Definisi Istilah
Sahabat: Orang mukmin yang bertemu Nabi atau hanya pernah melihat saja, maka disebut sahabat. (Definisi ini diberikan oleh Imam Bukhari dan dianggap yang terbaik diantara semua definisi)
Sahabat besar (Kibar Sohabat) : Sahabat yang banyak bergaul bersama Nabi, banyak belajar, banyak mendengar hadist-hadist dari beliau, sering pergi berjihad dll, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman, Ali, Ibnu Mas;ud dan lainnya.
Sahabat Kecil (Sighor Sohabi) : Sahabat yang jarang bergaul bersama Nabi, disebabkan tepat tinggalnya jauh dari Nabi, atau terakhir masuk Islam nya dll.
Tabi'in Orang Islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar kepada sahabat, tapi tidak bertemu dengan Nabi dan tidak pula semasa dengan Nabi.
Tabi’in Besar (Kibar Tabi’in) Tabi’in yang banyak bertemu sahabat, belajar dan berguru kepada mereka.
Tabi’in besar besar ini diantaranya yang dikenal dengan FUKAHA TUJUH, yaitu: Sa’id Ibn Musayyab. Al-Qasim Ibn Muhammad Abu Bakr, Urwah bin Zubair, Kharijah Ibn Zaid, Abu Ayyub Sulaiman Hilali, Ubaidullah Ibn Utbah, Abu Salamah Ibn Abdurahman ibn Auf
Tabi’in Kecil (Sighor Tabi’in) : Tabi’in yang sedikit bertemu sahabat dan lebih banyak belajar dan mendengar hadist dari Tabi’in besar.
Peranan Tabi’in Dalam Penyebaran Hadist
Peranan Tabi’in dalam pertumbuhan sejarah hadist tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu pernanan besar dalam kesinambungan dan pemeliharaan hadist. Khusunya setelah masa pemerinatahan Utsman dan Ali.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Ali Bin Ali Thalib, mulailah usaha dan kesungguhan mencari hadist dan menghafal hadist oleh kalangan Tabi’in dengan mengadakan perjalanan untuk sekedar mencari ilmu (ilmu ketika itu berupa pencarian hadist-hadist Nabi). Setelah Islam menguasai Syam (Jordan sekarang), Irak, Mesir, samarkand (asia) dan spanyol, para sahabat banyak berhijrah ke daerah-daerah baru itu untuk berdakwah dan sekaligus mendirikan madrasah-madrasah sebagai wadah untuk menyebarkan ilmu. Daerah yang didatangi para sahabat itu kemudian dikenal sebagai pusat penyebaran ilmu yang nantinya menghasilkan sarjana-sarjana Islam, khususnya dalam disiplin ilmu hadist dari kalangan Tabi’in.Dengan demikian ,para tabi’in ini menerima hadist dari para sahabat sekaligus mereka pula belajar kepada sahabat tentang makna dan arti hadist yang mereka terima.
Para Sahabatpun Masih Mencari Ilmu Dengan Perlawatan Ke beberapa Daerah
Di masa tabi’in pun, para shighor sahabat, masih terus menimba ilmu. Khususnya mencari hadist dengan belajar kepada sahabat-sahabat besar. Jika sahabat besar itu ternyata berhijrah ke daerah-daerah lainnya, seperti di Mesir, di Jordan atau di Irak sekalipun, sahabat kecil inipun, yang berada di kota Mekkah ataupun Madinah, langsung mengadakan perlawatan ke daerah itu hanya untuk bertanya tentang satu hadist atau berguru langsung ke sahabat tersebut. Hal ini dibuktikan dari riwayat Bukhari, Ahmad, Thabarani ataupun Baihaqi, bahwa Jabir pernah pergi ke Syam, yang memakan waktu sebulan untuk sampai di Syam hanya untuk menanyakan SATU HADIST saja yang belum pernah di dengarnya. Sahabat yang didatangi nya adalah Abdullah Ibn Unais Al-Anshary.
Demikian pula halnya dengan Abu Ayyub Al-Anshory yang pernah melawat ke Mesir untuk menemui Uqbah Ibn Amir untuk bertanya SATU HADIST saja.
Para Tabi’in Belajar Kepada Sahabat
Mulailah babak baru penyebaran hadist di masa tabi’in dan mereka mulai mencarinya sekaligus belajar kepada sahabat-sahabat yang mulai bertebaran di beberapa pelosok bahkan di beberapa Negara. Ada yang menarik dari periode tabi’in ini, jika diketahui ada seorang sahabat Nabi berkunjung ke daerahnya, mereka berlomba-lomba mendatanginya untuk belajar.
Terkadang para tabi’in mengklasifikasi penerimaan hadist mereka dengan beberapa kategori, artinya mereka mementingkan criteria yang pertama kemudian kedua dan seterusnya. Kriteria itu adalah:
1. Sahabat yang pertamna kali masuk Islam, seperti: Khulafa Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud dll
2. Sahabat yang terus-menerus hidup bersama Nabi dan kuat hafalannya seperti: Abu Hurairah, Ibnu Abbas dll
3. Selain mendengar hadist langsung dari Nabi dan dari sahabat lainya, sahabat inipun panjang umurnya, seperti: Anas Bin Malik dll
4. Riwayat dari para istri Nabi
5. Sahabat yang memiliki catatan hadist pribadi, seperti, Abdullah Bin Ash dll
Tokoh-Tokoh Hadist Di Kalangan Tabi’in
Di Madinah: Sa’id Ibn Musayyab. Al-Qasim Ibn Muhammad Abu Bakr, Urwah bin Zubair, Kharijah Ibn Zaid, Abu Ayyub Sulaiman Hilali, Ubaidullah Ibn Utbah, Abu Salamah Ibn Abdurahman ibn Auf, Nafi, Az-Zuhry, Sulaiman Ibn Yassar dll
Di Mekkah: Ikrimah, Atha Ibn Aii Rabah, Dhohak, (ketiganya murid Ibn Abbas), Abul Zubair dll
Di Kuffah: Asy-Sya’by, Ibrahim An-Nakhai, Alqamah an-Nakhai dll
Basrah: Hasan al-Bashri, Muhammad ibn Sirrin, Qatadah
Di Syam: Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah dll
Di Mesir: Yazid Ibn Habib
Di Yaman: Wahhab ibn Munabbih dll
Perbedaan Antara Sahifah Dan Kitab Hadist
Sebelum pembahasan lebih lanjut baiknya diketahui terlebih dahulu antara definisi Sahifah dan Kitab. Sahifah ini berarti catatan-catatan hadist yang ditulis oleh pribadi atau perorangan dan tidak tersebar di masyarakat luas. Biasanya sahifah-sahifah ini ditulis disebabkan si penulis (baik sahabat atau tabi’in) sudah pandai menulis, tidak kuat hafalannya, atau karena di diktekan seseorang, atau sebab lainnya. Berbeda dengan kitab hadist, khususnya di masa tabi’in yang berupa bukus hadist yang sudah tersusun rapih.
Sedangkan penyusunan kitab hadist mulai menjadi prioritas utama setelah khalifah Umar Bin Abdul Aziz memerintahkan beberapa Ulama untuk menyusun sebuah buku hadist. Artinya pembukuan hadist menjadi proyek Negara dan akan disebarkan ke seluruh pelosok.
Terkadang ada anggapan bahwa yang pertama kali menyusun buku hadist adalah di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Ini memang benar karena pembukuan hadist ini akan di jadikan standar buku hadist di kalangan Muslim saat itu. Tapi sebenarnya jauh sebelum Umar Bin Abdul Aziz, sudah ada catatan-catatan hadist yang ditulis oleh para sahabat atau para tabi’in. Karena memang ditulis oleh perorangan, akhirnya tidak dianggap yang pertama kali ditulis karena belum atau tidak tersebar di masyarakat umum.
Sahifah Di Era Tabi’in
Di zaman tabi’in ini sudah mulai pencatatan hadist khusus nya yang disusun oleh tabi’in besar. Diantara beberapa catatan hadist yang mulai disusun di era ini adalah:
Sahifah Hamam Ibn Munabbih
Hadist-hadist dalam sahifah ini bersumber dari periwayatan Abu Hurairah. Sahifah ini sampai pada kita, kemudian dicetak ulang dan di edit oleh Dr. Rifat Fauzi.
Sahifah ini menjadi sumber pengambilan pula oleh Imam Ahmad dalam menyusun Musnad nya yang dikenal dengan Musnad Imam Ahmad. Begitu pula Imam Bukhori mengambil 183 hadist dari sahifah ini.
Dari beberapa penilitian ini jelas sudah bahwa hadist telah disusun sejak abad pertama hijarah, khususnya di era Tabi’in dan ini mematahkan pandangan sarjana orientalis, bahwa buku hadist pertama kali disusun di awal abad ke 2 hijrah.
Bukti yang menguatkan bahwa buku (atau setidaknya lembaran-lembaran catatan hadist) disusun sejaka awal abad ke 1 Hijrah, bahwa Hamam Ibn Munabih ini belajar dan menerima periwayatan hadist tentunya sebelum Abu Hurairah wafat pada tahun 59 Hijri. Sehingga bisa dianggap bahwa penulisan hadist di sahifah ini yang dilakukan oleh Hamam Ibn Munabih dilakukan sejak abad pertama Hijri atau pertengahan abad ke-1 Hijri
Sahifah Said Ibn Jabir Al-Asadi
Catatan hadist yang ditulisnya adalah hadist-hadist yang didengarnya langsung dari Ibn Abbas, dan bahkan Ibn Abbas sendiri yang mendiktekannya. Sahifah ini diperkirakan ditulis tahun 95 Hijri. Bahkan Seorang Tabi’in terkenal, Hasan Al-Bashri ( W. 110 H) mempunyai beberapa buku catatan-catatan Hadist yang bersumber dari sahifah Said Ibn Jabir
Sahifah Muhammad Ibn Muslim Ibn Tadris Al-Asadi (W. 126 H)
Yang sebagian hadistnya diambil dari riwayat sahabat, Jabir Ibn Abdillah Al-Anshori. Catatan hadist berhasil sampai ke tangan kita yang disusun ulang oleh Abu Syaikh Ibn Hayyan Al-Ashbahani (W 369 H). Kemudian kitab hadist ini di edit kembali dan dicetak di percetakan Rusyd di Riyadh tahun 1992 M.
Sahifah Ayyub Ibn Abi Tamimah Ash-Sakhtayani (W. 131 H)
Yang catatan-catatan hadistnya berhasil sampai ke tangan kita karena pernah disusun ulang oleh Ismail Ishaq, seorang hakim dari kota Basrah tahun 282 H. Dan kitab ini masih tersimpan di perpustakaan Zahiriyah Mesir
Kesimpulan
1. Penyebaran Hadist di masa sahabat dan tabi’in berkembang pesat yang ditandai dengan gerakan mencari ilmu oleh para sahabat sendiri kepada sahabat lainnya dari masalah yang tidak diketahuinya. Tidak jarang seorang sahabat pergi menemui sahabat lainya yang berjarak ribuan kilometer untuk menanyakan hanya satu hadist saja.
2. Begitu pula para tabi’in yang tidak segan-segan mendatangi daerah tertentu untuk belajar kepada seorang sahabat ataupun beberapa sahabat sekaligus.
3. Pencariaan ilmu saat itu berupa pencarian tafsir Qur’an dan hadist-hadist Nabi beserta penjelasan nya.
4. Islam tersebar luas dan terus mengeliat ketika itu dibawah dakwah para sahabat dan tabi’in. Mereka giat menyiarkan Al-Qur’an dan hadist Nabi sebagai sumber pokok ajaran Islam
5. Beberapa catatan hadist (sahifah) telah ditulis sebelum skhir abad ke-1 Hijri. Dan ini sebagai bukti kuat serta bantahan kalangan sarjana Orientalis yang menganggap hadist pertama kali dibukukan sesudah abad ke-1 Hijri.
Himbauan
Para sahabat dan tabi’in telah berupaya keras dengan kesungguhan yang tidak ada bandinganya untuk menyiarkan agama Allah. Sampai akhirnya mereka rela berjalan jauh, menghafal, mencatat hadist, menghafal qur’an, dan bahkan mengajarkannya tanpa kenal lelah.
Akhirnya saat ini, upaya mereka telah berhasil dengan gemilang. Al-Qur’an telah dibukukan dengan rapih & tersebar di mana-mana, kitab-kitab hadist telah tersusun bahkan telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sekarang apa tugas kita yang utama saat ini?
GIATLAH MENCARI ILMU AGAMA, KARENA KEMUDAHAN TELAH ADA DI HADAPAN KITA. Tentunya kita malu pada mereka, bahwa kita telah menyia-nyiakan kemudahan ini. Bagkitkan semangat dalam jiwa kita, bahwa apa yang mereka LAKUKAN TIDAK AKAN KITA SIA-SIAKAN dengan TEKUN & TERUS BELAJAR AGAMA
Semoga Allah memberkahi kepada mereka, amal jariyah mereka akan terus berlanjut sepanjang masa.
Sumber :
https://id-id.facebook.com/notes/belajar-ilmu-hadist/hadist-di-masa-sahabat-kecil-shighor-sohabi-dan-tabiin-besar-kibar-tabiin-41-h-1/201698096574